Thursday, October 11, 2018

OPINI: BPJS Tekor, Bagiamana Nasib Program Jaminan Kesehatan Nasional?

“Apakah BPJS Kesehatan akan bangkrut?” Demikian kurang lebih kecemasan penduduk sekarang ini. Lumrah jika penduduk cemas. Berdirinya BPJS Kesehatan menandai lahirnya reformasi bidang kesehatan di Indonesia. Karenanya ada program Agunan Kesehatan Nasional (JKN) yang diurus BPJS Kesehatan, asuransi kesehatan yang dapat dijangkau bukan sebatas angan lagi, bahkan juga buat penduduk termiskin sekalinya.

Semenjak beroperasi 1 Januari 2014, tubuh ini telah mengurangi beban 195 juta rakyat Indonesia yang jadi pesertanya. Jumlahnya peserta ini diinginkan selalu bertambah. Targetnya pada 2019 akan terwujud Universal Health Coverage (UHC), yakni semua masyarakat terproteksi oleh asuransi kesehatan. Satu tujuan yang tidak main-main mengingat program ini baru berumur 4 tahun. Oleh karenanya, pemerintah akan lakukan semua langkah untuk menjaga program favorit seperti JKN, termasuk juga menangani defisitnya.

Meskipun BPJS Kesehatan berkali-kali hindari kata ‘defisit’, tetapi kenyataannya iuran yang di terima lebih kecil dibanding cost faedah yang di keluarkan. Pada 2014, BPJS Kesehatan menghimpun Rp40,7 triliun dari iuran pesertanya, sedang jumlahnya cost faedah yang mesti dibayar sebesar Rp42,6 triliun. Berarti ada defisit sebesar Rp1,9 triliun.

Baca juga: Akreditasi Prodi STTT

Defisit ini selalu jadi membesar pada 2015 sampai sampai Rp4,39 triliun. Pada 2016, karenanya ada usaha mitigasi defisit, seperti rekonsilasi iuran, keadaan keuangan mulai surplus, walau tidak banyak. Akan tetapi, surplus yang tidak berapa itu kembali ditelan oleh defisit Rp10.1 triliun pada 2017. Di hari esok, defisit keuangan ini diperkirakan masih tetap berlangsung serta di kuatirkan meneror kesinambungan program JKN.

Sumber defisit keuangan sudah diidentifikasi, pentingnya datang dari ketidakseimbangan pada iuran serta faedah. Dari kacamata aktuaria, besaran iuran dipandang terlalu kecil untuk tutup faedah program JKN. Bayangkan saja, dengan rata-rata iuran sebesar Rp23.00a0–Rp80.000 per bulan buat peserta mandiri serta Penerima Pertolongan Iuran (PBI), peserta JKN dapat mendapatkan asuransi kesehatan all risk serta service kesehatan tiada batas pagu.

Begitupun dengan peserta dari segmen pekerja, mereka cuma butuh membayar 5% dari upah inti. Buat perangkat sipil negara (ASN) kelompok III, besaran ini cuma seputar Rp150.000 per bulan. Walau sebenarnya iuran ini dipakai untuk memikul sampai lima bagian keluarga.

Jumlahnya iuran ini mesti dipakai untuk memenuhi cost service kesehatan. Pada 2017, keseluruhan cost faedah yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan ialah sebesar Rp84,4 triliun. Dari angka itu, 21% dipakai untuk membiayai penyakit katastropik, seperti jantung, tidak berhasil ginjal, serta stroke yang memiliki biaya tinggi, tidak perduli berapapun iurannya. Akan tetapi, kemurahan hati program JKN ini kenyataannya tidak membuat penduduk setia pada BPJS Kesehatan.

Demikian sebaliknya, tingkat partisipasi peserta membayar iuran malah relatif rendah. Segmen pekerja informal serta bukan pekerja adalah segmen dengan kepatuhan membayar iuran terendah. Walau sebenarnya segmen ini adalah pemakai service sangat rajin dibanding dengan segmen yang lain.

Sumber defisit setelah itu belumlah maksimalnya kualitas service kesehatan. Aspek ini terpenting untuk menarik calon peserta sehat masuk dengan program JKN. Keadaan sekarang ini, ada banyak penduduk yang belumlah masuk dengan program JKN dengan dalih terasa sehat serta tidak membutuhkan asuransi kesehatan. Walau sebenarnya asuransi kesehatan akan makin sustainable saat makin banyak pesertanya.

Kesehatan ialah keperluan basic manusia untuk bertahan hidup. Sikap tegas pemerintah yang membuat BPJS Kesehatan menjadi single provider asuransi kesehatan pantas dapat acungan jempol. Perihal ini untuk hindari praktik-praktik kapitalisme di bidang kesehatan yang dibungkus dalih efisiensi tetapi yang ujungnya cuma menyehatkan segelintir orang. Lumrah jika pemerintah pasang tubuh membuat perlindungan program JKN.

Sampai sekarang ini pemerintah sudah menggelontorkan Rp20,3 triliun untuk tutup defisit serta pastikan program JKN masih berjalan. Diluar itu, semenjak 2016 pemerintah ikut memiliki komitmen membagikan 5% APBN untuk jamin tersedianya biaya buat bidang kesehatan.

Baca juga: Akreditasi Prodi STMI

Usaha pemerintah itu ikut dibarengi dengan langkah taktis BPJS Kesehatan. Semenjak 2016 BPJS Kesehatan sudah berusaha tingkatkan penerimaan iuran serta efisiensi cost tiada kurangi faedah service, termasuk juga memperketat manajeman klaim untuk menahan terjadinya fraud. Akan tetapi, nyatanya upaya-upaya ini belumlah cukuplah untuk hindari defisit, sebab belumlah sukses menyentuh akarnya: ketidakseimbangan pada iuran serta faedah.

DUA OPSI

Cuma ada dua pilihan untuk menyamakan iuran serta faedah: meningkatkan iuran atau kurangi faedah yang dikasihkan. Kurangi faedah jelas tidak mungkin, sebab tidak hanya akan mereduksi esensi program, akan kembali menghindari harapan rakyat mempunyai agunan kesehatan yang menyeluruh. Perihal yang sangat mungkin dikerjakan ialah sesuaikan besaran iuran, terpenting pada segmen pekerja. Kenaikan 1%−2% dari upah inti pasti akan berefek berarti pada penerimaan iuran program JKN.

Akan tetapi, jika perihal ini tidak dapat dikerjakan, mengatur defisit dalam batas aman ialah pilihan setelah itu. Toh, arah dari program JKN ini untuk menyiapkan asuransi kesehatan yang dapat dijangkau buat 260 juta masyarakat, bukan untuk mencari surplus dari iuran anggotanya. Jadi, defisit bukan satu dosa besar. Perihal yang jadi permasalahan jika defisit ini selalu jadi membesar serta tidak teratasi. Jika ini berlangsung, pasti tidak cuma meneror kesinambungan program, tetapi ikut kesinambungan fiskal.

Untuk mengantisipasinya, BPJS Kesehatan mesti selalu berikhtiar melakukan perbaikan kualitas service, manajemen klaim, serta tingkatkan jumlahnya peserta supaya program JKN bisa diimplementasikan dengan baik. Di lain sisi, pemerintah mesti tingkatkan ruangan fiskal untuk jamin kesinambungan program. Suport fiskal yang dikasihkan pemerintah dapat jadi pengaman jika berlangsung defisit pada program JKN.

Salah satunya suport fiskal yang tengah hangat dibicarakan ialah pemakaian pajak rokok. Walau memunculkan kontroversi, skema earmarking semacam ini umum dipakai di banyak negara untuk jamin kesinambungan program-program prioritas.

Dengan upaya-upaya yang telah, tengah serta akan dikerjakan, cuma permasalahan waktu saja sampai defisit ini dapat diselesaikan. Tidak butuh cemas menanggapi defisit, sebab semua akan baik-baik saja. Suport aktif semua pihak akan dapat jamin hari esok program agunan kesehatan. Agunan akan hari esok program JKN ialah agunan akan hari esok kedaulatan bangsa.

No comments:

Post a Comment